Akhir-akhir ini cuaca di kotaku terasa panas. Kata orang-orang sich salah satu pengaruh dari Global Warming. Disebabkan saking parahnya kondisi hutan di seluruh dunia saat ini. Di Indonesia sendiri, penebangan hutan secara liar terus berlanjut tanpa mempedulikan efek yang akan ditimbulkan.
Bicara tentang kerusakan hutan, jadi inget sama tulisannya Emha Ainun Najib. Judulnya Slilit Sang Kiai. Isinya kurang lebih seperti ini..
--------------------------
Slilit. Tidak jelas apa bahasa Indonesianya, tapi biasa disebut slilit. Kalau habis ditraktir makan sate, biasanya ada serabut kecil sisa daging nyelip diantara gigi. Itulah slilit. Slilit sama sekali tidak penting. Tidak pernah jadi urusan nasional. Koran tak pernah meng-cover-nya. Bahkan satu-satunya produksi ekonomi yang punya urusan dengannya disebut "tusuk gigi" dan bukan tusuk slilit. Padahal slilit-lah yang ditusuk.
Namun begitulah, slilit pernah memusingkan seorang kiai di alam kuburnya, bahkan mengancam kemungkinan suksesnya masuk Surga. Ceritanya, dia mendadak dipanggil Tuhan, sebelum para santrinya siap untuk itu. Murid-murid setia itu, sesudah mengubur sang kiai, lantas nglembur mengaji berhari-hari agar diperkenankan ketemu roh beliau barang satu dua jenak. Dan Allah Yang Maha Memungkinkan Segala Kejadian akhirnya menunjukkan tanda kebenaran-Nya. Dalam mimpi para santri itu, roh kiai menemui mereka.
Terjadilah wawancara singkat, perihal nasib Sang Kiai di "sana". "Baik-baik nak. Dosa-dosaku umumnya diampuni. Amalku diterima. Cuman ada satu hal yang membuatku masygul. Kalian ingat waktu aku memimpin kenduri di rumah Pak Kusen ? Sehabis makan bareng, hadirin berebut menyalamiku, hinga tak sempat aku mengurus slilit di gigiku. Ketika pulang, ditengah jalan, barulah bisa kulakukan sesuatu. Karena lupa enggak bawa tusuk slilit maka aku mengambil potongan kayu kecil dari pagar orang. Kini, alangkah sedihnya, aku tak sempat minta maaf pada yang empunya perihal tindakan mencuri itu. Apakah Allah bakal mengampuniku ?"
Para santripun turut berduka. Kemudian membayangkan, alangkah lebih malangnya nasib sang kiai bila slilit di giginya itu serta tusuk yang dicurinya itu, sebesar gelondongan kayu raksasa di hutan Kalimantan.
-----------
Alangkah ngerinya, cuma dengan mengambil sepotong kayu kecil yang tak berharga seorang kiai tertunda masuk Surga. Padahal yang punya juga ga akan merasa kehilangan, dan juga ga ada yang merasa dirugikan atas tindakan tersebut..
Lalu bagaimana nasib mereka yang mencuri kayu di hutan, yang menebang pohon secara liar sehingga banjir terjadi dimana-mana. Ratusan orang bahkan ribuan orang menderita karenanya.
0 comments:
Post a Comment